Punya portfolio website itu ibarat punya kartu nama digital yang bisa diakses siapa saja dan kapan saja. Buat pekerja kreatif, desainer, fotografer, penulis, sampai developer, website portofolio jadi senjata utama untuk menunjukkan karya sekaligus membangun kredibilitas mereka.
Sayangnya, masih banyak orang yang bikin portfolio website asal-asalan. Akibatnya, bukan cuma gagal menarik klien, tapi juga bikin calon klien kabur sebelum sempat menghubungi. Agar hal itu tidak kejadian, mari kita bahas 10 kesalahan umum dalam membuat portfolio website dan cara menghindarinya.
1. Tidak Punya Tujuan yang Jelas
Kesalahan paling dasar adalah bikin website tanpa arah. Mau dipakai jualan jasa? Bikin personal branding? Atau sekadar dokumentasi karya?
Kalau tujuan tidka jelas, hasilnya juga setengah-setengah. Misalnya, Sahabat Qwords cuma asal upload karya tanpa ada alur yang memandu calon klien untuk mengenal dirimu dan akhirnya menghubungi.
Tentukan tujuan utama portfolio website-mu sejak awal. Kalau fokusnya cari klien, pastikan ada CTA (Call-to-Action) yang jelas, seperti tombol “Hubungi Saya” atau “Request Project”.
2. Desain Tidak Profesional
First impression itu penting sekali. Desain website yang berantakan, font susah dibaca, warna tabrakan, atau tata letak tidak konsisten bakal bikin pengunjung meragukan profesionalitasmu.
Ingat, portofolio adalah representasi kualitas kerjamu. Kalau tampilannya aja tidak rapi, bagaimana klien bisa percaya?
Solusinya kamu bisa pilih desain yang clean, konsisten, dan sesuai branding pribadi. Gunakan ruang putih (white space) supaya konten lebih enak dilihat.
3. Menampilkan Semua Karya Tanpa Seleksi
Banyak kreator merasa harus menampilkan semua karya yang pernah dibuat. Padahal, calon klien tidak punya waktu untuk scroll ratusan hasil kerja.
Apa yang mereka butuhkan adalah contoh terbaik yang bisa membuktikan keahlianmu.
Pilih 6–10 karya terbaik, relevan dengan target pasar, dan susun berdasarkan kategori. Lebih sedikit tapi berkualitas jauh lebih efektif daripada banyak tapi acak-acakan.
Portfolio website dengan menu yang rumit atau link yang nggak berfungsi bikin user frustrasi. Alih-alih penasaran, mereka bisa langsung keluar.
Buat navigasi sederhana dengan label jelas: Home, Portfolio, About, Contact. Jangan terlalu banyak submenu, dan pastikan semua tautan berfungsi dengan baik.
5. Tidak Mobile-Friendly
Mayoritas orang sekarang mengakses internet via smartphone. Kalau portfolio website-mu hanya bagus di desktop tapi berantakan di HP, siap-siap kehilangan banyak calon klien.
Sahabat Qwords sebaiknya menggunakan tema atau template responsif. Selalu tes tampilan website di berbagai perangkat sebelum diluncurkan.
6. Konten Kurang Berkualitas
Konten di portfolio website bukan cuma gambar karya. Penjelasan yang terlalu singkat atau malah tidak ada deskripsi sama sekali itu bisa bikin pengunjung bingung.
Kamu bisa tambahkan deskripsi singkat untuk tiap proyek: apa tujuannya, siapa kliennya, apa peranmu, dan hasilnya bagaimana. Cerita kecil di balik karya bisa bikin portofolio lebih hidup.
7. Mengabaikan SEO
Percuma punya website keren kalau tidak bisa ditemukan di Google. Banyak kreator yang lupa optimasi SEO dasar seperti judul halaman, meta description, struktur heading, sampai alt text di gambar.
Riset keyword sederhana sesuai bidangmu. Misalnya “jasa desain grafis Bandung” atau “web developer portfolio”. Optimalkan di judul, deskripsi, dan konten. Dengan begitu, portofolio punya peluang lebih besar muncul di hasil pencarian.
Selain keyword, SEO website juga mencakup kecepatan dan performa. Jadi sebaiknya Sahabat Qwords pun rutin mengecek minimal sebulan sekali performa dan kecepatan website agar portofoliomu lebih profesional.
8. Informasi Kontak Sulit Ditemukan
Bayangkan calon klien udah suka sama karyamu tapi nggak nemu cara buat menghubungimu. Fatal banget, kan?
Sediakan halaman “Contact” khusus, cantumkan email aktif, nomor WhatsApp, atau form kontak sederhana. Bisa juga tambahkan link ke media sosial profesional. Pastikan semua info bisa diakses dari menu utama maupun footer.
9. Tidak Update
Portofolio yang terakhir diperbarui 3 tahun lalu bikin calon klien ragu apakah kamu masih aktif. Sama seperti website bisnis, portfolio website juga perlu dirawat.
Jangan lupa untuk melakukan update berkala. Tambahkan karya terbaru, perbarui testimoni, atau tulis artikel singkat di blog untuk menunjukkan kamu masih produktif.
10. Lupa Pasang Analitik
Ini kesalahan yang sering dilupakan. Tanpa Google Analytics atau tool sejenis, Sahabat Qwords tidak tahu siapa yang berkunjung, halaman mana yang populer, atau dari mana traffic datang.
Sahabat Qwords bisa pasang Google Analytics atau Search Console untuk melacak performa website. Data ini bisa bantu kamu evaluasi dan tingkatkan portofolio.
Membuat portfolio website bukan sekadar upload karya, tapi juga bagaimana kamu membangun pengalaman bagi calon klien. Mulai dari desain yang profesional, navigasi sederhana, konten berkualitas, sampai SEO dan keamanan, semua elemen punya peran penting.
Dengan menghindari 10 kesalahan umum di atas, Sahabat Qwords bisa membangun website portofolio yang nggak cuma keren dilihat, tapi juga efektif mendatangkan peluang kerja. Ingat, website adalah investasi jangka panjang untuk kariermu. Jadi, pastikan setiap detailnya dibuat dengan matang.